Hujan


Langit mengabu, bagai bersedih karena kehilangan sesuatu. Tetesan air langit mulai menuruni atmosfer dan membasahi sebagian bumi, termasuk sebuah kota tua tempat seorang gadis sedang berteduh di emperan toko bersama payungnya. Ia baru saja keluar dari sebuah restoran setelah menghabiskan satu jam untuk menyantap makanan disana. Gadis itu terus berdiri didepan toko, hanya berbalut blus putih tanpa lengan, rok hitam selutut, dan sepatu coklat. Tanpa jas hujan, maupun pakaian yang sekiranya dapat menghangatkan.

Perempuan yang diketahui bernama Kina ini terlihat tengah menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Jalanan yang sepi tak menunjukkan tanda-tanda kehadiran. Ia tetap teguh berdiri disana, sembari menatap sekeliling dengan manik berkaca-kaca. Seorang pelayan restoran menghampirinya, menawarkan gadis itu untuk kembali masuk kedalam restoran karena hujan terus turun dan kendaraan tidak banyak berlalu lalang. Tapi Kina menolak, ia berkata ia akan tetap didepan toko dengan payungnya. Si pelayan akhirnya kembali masuk setelah gagal membujuk. Gadis dengan kisaran usia sekitar 20-23 tahun ini entah mengapa terus bersikeras menetap diluar ruangan yang jelas sedang diguyur hujan, sedangkan tubuhnya tak terbalut rapat untuk menghindari udara dingin dikelilingnya, yang bisa saja membuatnya terkena flu bahkan demam esok hari.

Sampai tiba seorang pria bersetelan lengkap yang datang mendekat dengan payung berwarna coklat. Namanya Ryan, orang-orang bisa mengetahui namanya dengan melihat name-tag yang menggantung dilehernya. Pria itu kemudian melepas jasnya, menyampirkannya pada bahu Kina yang telah sedikit basah karena terciprat air hujan. Kina refleks menoleh kebelakang, memastikan siapa yang secara tiba-tiba memakaikan jas dibahunya. Dan ia melihat Ryan dibelakangnya, seorang pria yang telah bertahun-tahun menjadi sahabat baiknya. Hari sebelumnya Kina bercerita pada Ryan bahwa hari ini adalah hari dimana ia akan melakukan interview kerja untuk pertama kalinya, tapi ia tak begitu percaya diri sejak seminggu yang lalu karena tanggal interviewnya bertepatan dengan satu tahun sahabat perempuannya pergi untuk selama-lamanya. Kina tak berani menatap wajah Ryan yang telah berdiri dibelakangnya, ia begitu takut tangis yang telah ia tahan sedari tadi pecah begitu saja. Gadis ini merasa begitu sedih dan menyesal. Ia sedari tadi berdiri didepan restoran ditemani hujan, tidak lain hanya untuk menenangkan dirinya dengan menghirup wangi petrichor kesukaannya, mendengar suara hujan yang menyentuh bumi untuk kesekian kalinya, merutuki kesalahannya dan diam-diam menahan tangisnya.

Ryan berusaha mengajaknya untuk masuk kedalam restoran untuk berteduh didalam ruangan karena hujan semakin lebat dan suhu diluar sudah semakin dingin. Lagi-lagi, Kina menolak. Ia berkata jika Ryan ingin berteduh didalam restoran, masuk saja sendirian, gadis itu bersumpah ia sungguh kuat untuk tetap berdiri dibawah rinai hujan selebat apapun dengan payungnya. Payung yang ternyata merupakan hadiah dari sahabatnya yang telah meninggal dunia. Ryan berusaha untuk tidak tersulut emosi, ia tahu betul sabahat perempuannya ini kala sedang sedih susah sekali diajak kompromi, Kina akan jadi tiga kali lipat lebih keras kepala dari pada ketika moodnya sedang cerah ataupun netral.

Ryan berusaha lagi, ia kembali membujuk Kina untuk masuk kedalam demi kesehatannya sendiri. Kina tetap menolak, ia berjanji akan tetap sehat esok hari sekalipun dirinya diterjang hujan hari ini. Padahal, Kina sendiri tahu betul bahwa dirinya mudah sekali terserang flu. Ryan akhirnya menyerah, ia tak lagi memaksa Kina untuk masuk kedalam restoran, dan akhirnya menemaninya di depan toko sambil terguyur hujan. Sunyi kemudian hadir diantara mereka, Kina yang enggan membuka suara tentang harinya lebih jauh, juga Ryan yang merasa perlu membiarkan Kina beberapa saat.

Sembari tetap menatap ke sebrang jalan, Kina berkata bahwa hari ini ia telah mengacaukan interview pertamanya, karena ketakutannya sendiri, karena kekhawatirannya akan hal-hal yang bahkan belum tentu terjadi. Tangisnya yang sedari tadi ia tahan pecah begitu saja, luruh bersama derai hujan disekeliling mereka. Ryan menghela nafas lega, akhirnya gadis itu mau buka suara dan menceritakan hal yang terjadi padanya. Sejak tadi dirinya lah yang ditunggu Kina, Kina memintanya datang ke restoran tempat biasa mereka makan. Ia yang baru saja selesai rapat dengan bosnya langsung meminta izin keluar kantor untuk mengurus beberapa urusan, sayangnya ia berangkat bertepatan dengan hujan turun, ia terhambat sesekali karena kemacetan disegala sisi. Ia sudah berasumsi bahwa Kina mengalami sesuatu yang buruk hari itu, hingga dirinya harus menghampiri ditengah cuaca yang sedang hujan begini.

Kina memberanikan diri untuk menatap Ryan, pertahanannya sudah terlanjur runtuh sekarang ia butuh seseorang untuk berteduh. Dengan derai air mata yang membentuk sungai menuruni pipinya hingga ke dagu, ia terlihat begitu berantakan. Tubuhnya sudah menggigil kedinginan karena berdiri terlalu lama dibawah hujan. Gadis ini bersandar pada Ryan, menangis sejadi jadinya demi mengeluarkan seluruh perasaannya. Ia merasa begitu hancur hari itu, mengapa bisa ia begitu takut pada banyak hal, mengapa ia begitu khawatir, mengapa ia begitu sensitif, mengapa ia begitu cengeng, mengapa ia begitu lemah. Ryan hanya diam mendengarkan, menepuk-nepuk bahu Kina untuk menenangkan. Hari itu, Kina kembali patah, karena ketakutan dan kekhawatirannya sendiri, dan karena rindu dan kesedihannya kehilangan seseorang. Hujan pun tak kunjung berhenti, di kota mapun di hati Kina.

Komentar

Postingan populer dari blog ini